Minggu, 09 Maret 2008

Ir. Esthon Leyloh Foenay, M.Si



Birokrat tulen yang religius


DI blantikan olahraga NTT dan Indonesia, nama Esthon Leyloh Foenay sudah tidak asing lagi. Aktif sebagai pengurus cabang olahraga, Esthon Foenay sudah dipercaya menjadi Ketua Harian KONI NTT sejak tahun 1998. Kepiawaiannya menata manajemen olahraga di KONI NTT membuat Esthon Foenay terus dipercaya memangku jabatannya hingga saat ini.
Dia memberi bukti atas kepercayaan tersebut. Peningkatan prestasi dari tahun ke tahun atau dari PON ke PON terus tampak. Itu semua tidak terlepas dari strategi pembinaannya dengan memilah-milah cabang prioritas. Esthon pun langsung identik dengan dunia olahraga di NTT. Padahal, dia sebenarnya adalah birokrat tulen.
Tamat strata 1 dari Fakultas Peternakan (Fapet) Undana tahun 1979, Esthon sudah menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pada Setda Propinsi NTT sejak tahun 1976. Pengalamannya yang segudang di dunia birokrasi membuat nama Esthon Foenay mencuat kalah dipilih oleh Partai Golongan Karya (Golkar) menjadi calon Gubernur NTT periode 2003-2008. Meski kalah dari pasangan Piet Tallo-Frans Lebu Raya, nama Esthon langsung melejit masuk dalam hitungan orang berpengaruh di NTT.
Sosoknya yang murah senyum, rendah hati, bersahaja, humoris, komunikatif dan cepat akrab dengan semua orang, membuat Esthon Foenay diterima di semua kalangan. Dia disebut sebagai salah satu tokoh NTT yang sangat nasionalis dan moderat. Dia bergaul dengan semua orang, semua lapisan dan golongan, suku dan etni. Padahal, di kalangan orang Timor, dia sendiri berasal dari kalangan ningrat (fetor).
"Semua orang di mata Tuhan tidak ada bedanya. Semua manusia diciptakan dengan talentanya masing-masing dan itu semua sudah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Yang membedakan manusia mungkin hanya kesempatan dan rezekinya," kata Esthon Foenay saat ditemui di kediamannya di Sonaf Pola, Oepura-Kupang beberapa waktu lalu.
Resmi pensiun sejak tahun lalu dengan pangkat/golongan IV E, Esthon Foenay yang menamatkan pasca sarjananya dari Unkris Satya Wacana Salatiga dengan spesialisasi Studi Pembangunan kini fokus pada jabatannya sebagai Ketua Harian KONI Propinsi NTT. Ada beberapa pendapat tentang NTT, saran dan kesan saat mengamati proses pembangunan di NTT yang muncul dari Esthon Foenay.


Anda boleh dibilang sangat sukses membina olahraga di NTT. Kiat-kiat apa yang Anda dipakai untuk meraih kesuksesan tersebut?
Kalau indikator penilaian prestasinya adalah perolehan medali di dua PON terakhir, maka bisa dikatakan bahwa prestasi olahraga di NTT mengalami peningkatan yang signifikan. Tapi harus diketahui bahwa prestasi yang dicapai itu bukan serta merta datang dengan sendirinya. Prestasi diukir karena rakyat NTT bersatu. Para atlet dan pelatih berlatih dengan disiplin, pengurus menyiapkan administrasi dan keuangannya, pemerintah mengalokasikan anggaran. Dan yang terutama adalah dukungan dari orangtua terhadap anaknya. Jadi, karena persatuan seluruh masyarakat NTT-lah prestasi itu bisa dicapai. Artinya, tidak benar sepenuhnya seperti pertanyaan tadi bahwa saya yang sukses. Mungkin kebetulan saja saat saya menjadi Ketua Harian KONI atlet kita berprestasi.

Anda bilang mengurus olahraga lebih banyak korban tenaga, waktu, uang dan perasaan daripada keuntungan materilnya. Sebagai birokrat yang dibilang sukses, Anda sebenarnya tidak perlu susah-susah untuk mengurus olahraga. Apa mungkin ada kepuasan tersendiri bagi Anda?
Sama seperti adik sebagai wartawan olahraga yang merasa bahagia ketika melihat para atlet bergembira kalau profilnya ditulis di koran. Coba adik bayangkan, seorang atlet yang tidak pernah pegang uang jutaan rupiah, tiba-tiba dia menerima bonus dengan amplop yang tebal karena bisa menjadi juara. Dia yang sebelumnya tingga di kampung bisa naik pesawat berkeliling Indonesia, bahkan dunia tanpa keluar uang sepeser pun. Para pengurus tidak mendapat bonus seperti mereka, namun yang menjadi kebahagiaan tersendiri adalah karena lewat organisasi yang saya tekuni, seorang atlet bisa berprestasi. Selain itu, saat berbaur dengan para atlet, saya bisa mengetahui dan belajar tentang berbagai karakter manusia.

Selain olahraga, Anda juga terlibat dalam organisasi keagamaan, akademis, kepemudaan dan lainnya. Bisa ceritakan sedikit tentang peran Anda?
Khusus untuk organisasi keagamaan, saya sudah menjadi penatua di Gereja Imanuel Oepura 20 tahun lebih sampai sekarang. Saya juga pernah menjadi Koordinator GMKI Kota Kupang. Selain itu, saya adalah Ketua Pesparawi NTT dan Yayasan Pengembangan Iman Indonesia di NTT sampai sekarang. Khusus untuk Pesparawi, sudah banyak prestasi yang diraih kontingen NTT dalam lomba-lomba tingkat nasional. Untuk bidang akademis, saya sampai saat ini adalah Ketua Yayasan Akademi Teknik Kupang. Saya juga menjadi pengurus Yayasan Unkris Kupang dan banyak lagi. Untuk kepemudaan, kalau mau dirinci sangat banyak, tapi yang pasti saya pernah terlibat di AMPI, KNPI, Orari dan lainnya.

Kalau pengalaman di birokrasi?
Yang jelas sejak saya menjadi pegawai honor tahun 1976 saat masih kuliah, sudah banyak bidang kerja dan jabatan yang saya geluti. Karena jabatan di Biro Binsos, penyusunan program, Bappeda hingga Badan Diklat, saya mengenal banyak karakter manusia mulai dari kelas bahwa hingga atas. Selain itu, saya juga sedikit tahu tentang berbagai bidang kerja dan juga bisa mengelilingi dunia karena pekerjaan yang saya tekuni.

Keliling dunia? Ke mana saja Anda pergi dan apa tugasnya?
Untuk bidang kerohanian, saya mengikuti ziarah religius ke Israel dan Palestina, mengunjungi tempat kelahiran Yesus Kristus, dibaptis, disalibkan, kuburanNya, Taman Getsemani dan situs-situs kerohanian lainnya yang ada di Alkitab. Sementara untuk tugas pemerintahan saya pernah ke Malaysia untuk urusan tenaga kerja, latihan manajemen penanggulangan bencana alam di Australia, presentase hasil bantuan air bersih di Frankfurt-Jerman, seminar internasional di Kagosima-Jepang tentang perlindungan margasatwa langka, Diklat Sandwich di Manhein-Jerman yang merupakan program kerja sama pemerintah Indonesia dan Jerman berupa diklat kejuruan. Selain itu, saya juga melakukan studi banding berbagai bidang pembangunan di Singapura, Belanda, Perancis, Inggris, Vatikan, Roma, Belgia, Swiss, Jerman dan Venisia serta yang lainnya saya sudah lupa. Tapi harus dicatat bahwa semua perjalanan saya adalah resmi ditugaskan oleh pemerintah baik dalam jabatan saya sebagai Kepala Bappeda, Kepala Diklat dan lainnya.

Anda terbilang sebagai salah satu dari sedikit orang yang bisa aktif di semua bidang. Bagaimana Anda membagi waktu untuk menyelesaikan semua pekerjaan tersebut?
Satu yang paling penting adalah disiplin, tanggung jawab dan jangan menunda. Tugas jangan jadi beban bagi kita, tetapi harus dimaknai sebagai berkah. Tidak semua orang bisa dipercaya untuk mengemban sebuah tugas, sehingga setiap kesempatan harus dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan semua tugas.

Anda dekat dengan pers, terbukti sering menulis di media-media massa. Apa pentingnya pers bagi Anda?
Di era transparansi seperti ini, tak ada yang perlu ditutup-tutupi. Melalui pers, kita mendekatkan diri dengan dunia dan dunia juga mengetahui kita. Pers adalah media yang sangat praktis untuk promosi pembangunan atau apa saja. Kalau seorang pejabat menjauhi pers, maka sebenarnya dia sedang berbuat sesuatu yang salah. Bagus atau tidaknya program pembangunan dan bagaimana implementasinya di lapangan, semuanya sangat tergantung pada publikasi. Kita tidak mungkin menjangkau semua lapisan masyarakat dalam jangka waktu yang cepat, sehingga peranan pers sekarang ini sangat penting untuk melaksanakan tugas tersebut. Mengenai kebiasaan saya menulis di koran, itu bukan hal baru. Lewat tulisan-tulisan opini di koran, saya bisa langsung menelorkan ide-ide yang ada sehingga diketahui masyarakat. Sebenarnya menulis ini adalah hal biasa, namun budaya menulis yang belum dikembangkan kepada semua lapisan masyarakat.

Anda kelihatannya sangat energik dan selalu tersenyum pada semua hal...
Resepnya sangat sederhana. Awali semua pekerjaan dengan doa, berolahraga secara teratur, atur pola makan yang sehat dan rendah hati terhadap semua orang. Dengan tersenyum kepada semua orang, sedikit beban bisa terbagi. Satu hal lagi yang harus dipegang adalah selalu tersenyum dan memaafkan orang lain meski sudah disakiti. Kita bukan penghakim sehingga harus menaruh dendam, karena semua sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dalam Pilgub NTT sekarang, Anda jadi rebutan. Banyak yang melamar Anda, namun Anda lebih memilih Drs. Frans Lebu Raya. Mungkinkah ada konsekuensi dari pilihan Anda?
Saya memilih Pak Frans Lebu Raya karena di sana ada kepastian. Mengurus rakyat bukan untuk coba-coba atau mencari pengalaman. Pak Frans sudah memiliki pengalaman sebagai wakil gubernur. Dia juga memiliki latar belakang politik yang luar biasa. Selain itu, orangnya rendah hati, sehingga ketika ada tawaran untuk mendampinginya menjadi calon wakil gubernur, saya langsung setuju.

Ada motivasi lain?
Bersama Pak Frans, kami ingin bersama rakyat NTT merancang bersama suatu kehidupan yang lebih baik, lebih bermartabat, lebih sejahtera. Sudah terlalu lama NTT ini distigmakan dengan sekian banyak nada minor. Dari begitu banyak aspek kehidupan, kita selalu berada di nomor butut. Saya setuju dengan Pak Frans bahwa kita tidak bodoh, tidak mampu atau juga miskin. Yang kurang dari kita adalah tidak kompak. Pemimpin jalan sendiri, rakyat jalan sendiri. Kami berdua ingin membaktikan diri untuk NTT dengan motto Sehati Sesuara, Membangun NTT Baru.

Ada pendapat ketika masih calon banyak figur yang menebar janji. Setelah jadi pejabat lupa masyarakat. Ada komentar Anda tentang ini?
Orang berpendapat demikian karena mungkin ada pengalaman. Tetapi bersama Pak Frans, kami tidak mau menebar janji yang muluk-muluk. Saya pikir rakyat NTT sudah tahu siapa Frans Lebu Raya dan siapa Esthon Foenay. Jadi, mereka sudah tahu sikap apa yang harus diambil. Kami tidak datang karena kepentingan, tapi masyarakat sudah tahu apa yang sudah pernah kami buat untuk mereka.

Apa obsesi dalam hidup Anda?
Membuat orang lain bahagia. Ketika Anda berbuat sesuatu dan orang lain menikmatinya dengan senyum dan tawa, di situ akan menjadi pahala yang sangat besar nilainya. Mengimingi rakyat dengan peningkatan taraf hidup, pendapatan dan kesejahteraan itu sangat baik. Tapi akan lebih bagus kalau seorang pejabat bisa membuat masyarakatnya selalu tersenyum dalam menapaki kehidupannya. (sipri seko)

Tidak ada komentar: