Minggu, 09 Maret 2008

"We, katuas ne Gubernur NTT"



RAUT keresahan terpancar kuat dari wajah-wajah Belu selatan yang jadi korban banjir Sungai Benanain, Jumat (29/2/2008). Ya, mereka membayangkan rumah mereka yang rusak, hanyut dan tidak layak huni lagi.Tetapi ketika rombongan Wakil Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, tiba keresahan mereka sirna. Wajah-wajah yang tadinya tanpa ekspresi berubah sumringah, senang dan antusias. Drs. Frans Lebu Raya, calon Gubernur NTT yang akan maju dari PDIP, berpasangan dengan Ir. Esthon Foenay, M.Si itu, langsung menyapa warga yang hadir.Anak petani itu tidak memposisikan diri sebagai pejabat. Tidak mau mengambil jarak. Dia langsung mendatangi warga yang rata-rata kaum perempuan dan anak-anak di tenda penampungan. Ungkapan rasa keprihatinan meluncur setelah Lebu Raya melihat dari dekat kondisi warga yang tidur beralaskan tikar tanpa kelambu."Bagaimana keadaan bapak, mama, anak-anakku sekalian hari ini? Semua sudah makan atau belum? Bagaimana dengan persediaan bahan makanan dan air? Kalau ada yang sakit harus segera lapor sehingga segera dibantu." Demikian Lebu Raya menyapa warga. Tidak tampak rasa canggung atau takut para warga untuk mendekati Lebu Raya sekadar berjabatan tangan. Lebu Raya juga merangkul anak-anak yang berada di dekatnya. "Kami sudah makan bapak. Terima kasih bapak sudah datang lihat kami, kami merasa terhibur meskipun kami tinggal di tenda dan tidur beralaskan apa adanya. Bapak tidak canggung-canggung datang lihat kami seperti ini," ujar warga seperti alunan koor kecil.Banyak dari warga, terutama anak-anak mengira Lebu Raya adalah Gubernur NTT. Dalam bahasa Tetun, spontan mereka mengatakan, "We, katuas ne Gubernur NTT." (Bapak itu Gubernur NTT). Masuk akal kalau anak-anak itu mengatakan seperti itu. Pengakuan Fukun Bere Bria, dari Desa Lasaen membenarkan kesaksian anak-anak itu. Menurut Bere Bria, selama hampir delapan tahun mereka berkutat dengan persoalan banjir, baru kali ini pejabat propinsi mengunjungi wilayah Malaka melihat secara langsung kondisi masyarakat."Saya sebagai masyarakat kecil tentu sangat senang dengan kehadiran bapak wakil gubernur. Meskipun sibuk dengan segala macam urusan tetapi masih berkesempatan datang untuk lihat kami. Biar kami susah tetapi agak terhibur karena suara kami masih didengar pak wagub. Saya hanya mengharapkan agar pemerintah, apakah nanti gubernur baru supaya tolong perhatian tanggul dan rumah panggung buat kami masyarakat kecil. Kami sudah menderita delapan tahun, tapi sampai sekarang belum ada upaya penanganan permanent. Mudah-mudahan dengan kedatangan wagub ini harapan kami untuk rumah panggung dan tanggul dapat terwujud dan kami tidak lagi lari mencari lokasi yang aman dari banjir," ujar Bere Bria.Kepada warga Lebu Raya mengatakan, rumah panggung dan tanggul adalah alternatif yang paling baik. Dan, pemerintah bertekad membangun rumah panggung dan tanggul untuk warga. "Tanggul dan rumah panggung sudah jadi tekad pemerintah. Saya ajak kita berdoa supaya apa yang kita harapkan soal pembangunan tanggul yang rencananya Maret 2008 ini dilanjutkan bisa terselesaikan secara baik. Pemerintah propinsi juga akan berusaha meminta Pemkab TTS dan TTU untuk ikut bersama-sama memikirkan persoalan yang dihadapi warga Malaka ini. Karena bagaimanapun kejadian yang di hulu berimbas pada warga yang ada di hilir," katanya.Ketika menyatakan maju dalam Pilgub NTT berpasangan dengan Ir. Esthon Foenay, warga terlihat antusias. "Saya maju berpasangan dengan Pak Esthon Foenay. Kami sudah mengikrarkan nama untuk pasangan kami yakni FREN yang artinya sahabat. Kata ini juga sama dengan Belu yang artinya sahabat. Untuk itu, kami menyerahkan kepada hati nurani bapak, mama, pemuda-pemudi sekalian di tanah Malaka ini untuk menentukan pilihan," ujar Lebu Raya disambut tepuk tangan membahana para warga.
Kaberan Rai Di selatan Belu, duet FREN juga secara resmi dinobatkan sebagai Kaberan Rai (Tafatik/Raja) di Malaka, Jumat (29/2/2008). Penobatan ini selain atas restu dari seluruh dato dari empat wilayah dato, yakni, Dato Lekenahat, Dato Tamiru, Dato Buluas dan Dato Mota. Acara penobatan disaksikan para leluhur di tanah Malaka untuk mengawal FREN menjadi pemimpin di wilayah Nusa Tenggara Timur. Tongkat kebesaran Raja Malaka diserahkan kepada duet FREN dengan maksud untuk memimpin NTT secara arif dan bijaksana.Tafatik Umalor, Kornelis Muti Taruk, dan Makoan, Simon Bria, dalam perbincangan dengan Pos Kupang di sela-sela acara penobatan menjelaskan, sesuai dengan adat tradisi dari nenek moyang di Kerajaan Malaka, apabila seseorang mau diangkat menjadi Kaberan Rai atau raja, maka seluruh dato akan hadir. Para dato akan melihat apakah Kaberan Rai ini pantas memimpin masyarakat. Apabila para dato melihat sosok seseorang itu arif dan bijaksana, tidak sombong, rendah hati, maka yang bersangkutan akan diangkat menjadi raja. Dia pantas menduduki takhta kerajaan yang oleh masyarakat disebut Kaberan Rai atau Tafatik. Terkait dengan Pilgub NTT, jelas Muti Taruk, seluruh dato yang berada di bawah kekuasaan Tafatik Umalor telah sepakat menobatkan FREN untuk duduk di singgasana Kerajaan Malaka. FREN sudah menjadi bagian dari keluarga besar Tafatik Umalor. Para ama dato melihat bahwa figur FREN sangat dekat dengan masyarakat akar rumput sehingga pantas menerima tongkat kerajaan Umalor."Secara politik FREN sudah menjadi bagian dari masyarakat akar rumput. Mereka sekarang sudah jadi raja di Umalor dan didukung empat dato yang berada di bawah Raja Umalor. Kalau sudah ditahtakan seperti ini, maka otomatis seluruh warga yang ada di bawah kerajaan akan mendukungnya," tegas Muti Taruk.Sebelum dinobatkan di istana raja, FREN dilengkapi pakaian kebesaran kerajaan seperti destar yang dipakai di kepala. Itu artinya, pemimpin harus jadi pelindung masyarakat. Selain itu, ada tongkat yang berarti kekuasaan yang dilimpahkan untuk memimpin masyarakat secara arif dan bijaksana. Ada juga berika yang berarti kekuatan/semangat pantang mundur di kediaman tafatik Umalor, Muti Taruk. Selanjutnya, FREN diarak ke istana untuk dinobatkan sesuai tata cara adat istiadat setempat.Lebu Raya yang didaulat untuk berbicara mengatakan, dirinya merasa terharu dengan penerimaan yang sangat luar biasa oleh seluruh warga yang berada di bawah Tafatik Umalor. "Saya sangat menghormati adat istiadat. Kita semua punya nenek moyang yang mewariskan budaya. Saya orang kampung, lahir di kampung di Adonara dan memiliki kepercayaan akan leluhur. Setiap kesulitan yang dihadapi apabila kita berjalan bersama para leluhur maka saya yakin pasti akan ada jalan keluarnya," ujar Lebu Raya.Menurut Lebu Raya, tongkat kerajaan yang diberikan keluarga Kerajaan Umalor kepadanya memberikan kekuasaan dan tanggung jawab besar. Untuk itu, dia meminta agar dukungan baik dari para dato maupun seluruh warga dato memohon restu dari para leluhur di tanah Malaka agar merestui dirinya dan Esthon untuk memimpin NTT. (edy hayong)

Tidak ada komentar: